Selasa, 14 Desember 2010

KEJADIAN LUAR BIASA

KEJADIAN LUAR BIASA ( KLB )


Pengertian Kejadian Luar Biasa

Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat panik masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit menular yang dapat menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan dan keracunan lainnya. Penderita atau tersangka penderita penyakit yang dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan terus-menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan. Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya (Depkes, 2000).
Hasil penyelidikan epidemiologis mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Depkes, 2000).
Langkah-Langkah jika terjadi wabah
LANGKAH-LANGKAH INVESTIGASI WABAH
1. Konfimasi / menegakkan diagnosa
• Definisi kasus
• Klasifikasi kasus dan tanda klinik
• Pemeriksaan laboratorium
2. Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan
• Bandingkan informasi yang didapat dengan definisi yang sudah ditentukan tentang KLB
• Bandingkan dengan incidende penyakit itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya
3. Hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang
• Kapan mulai sakit (waktu)
• Dimana mereka mendapat infeksi (tempat)
• Siapa yang terkena : (Gender, Umur, imunisasi, dll)
4. Rumuskan suatu hipotesa sementara
• Hipotesa kemungkinan : penyebab, sumber infeksi, distribusi penderita (pattern of disease)
• Hipotesa : untuk mengarahkan penyelidikan lebih lanjut
5. Rencana penyelidikan epidemiologi yang lebih detail Untuk menguji hipotesis :
• Tentukan : data yang masih diperlukan sumber informasi
• Kembangkan dan buatkan check list.
• Lakukan survey dengan sampel yang cukup
6. Laksanakan penyelidikan yang sudah direncanakan
Lakukan wawancara dengan :
a. Penderita-penderita yang sudah diketahui (kasus)
b. Orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik mengenai waktu/tempat terjadinya penyakit, tetapi mereka tidak sakit (control)
• Kumpulkan data kependudukan dan lingkungannya
• Selidiki sumber yang mungkin menjadi penyebab atau merupakan faktor yang ikut berperan
• Ambil specimen dan sampel pemeriksa di laboratorium
7. Buatlah analisa dan interpretasi data
• Buatlah ringkasan hasil penyelidikan lapangan
• Tabulasi, analisis, dan interpretasi data/informasi
• Buatlah kurva epidemik, menghitung rate, buatlah tabel dan grafik-grafik yang diperlukan
• Terapkan test statistik
• Interpretasi data secara keseluruhan
8.Test hipotesa dan rumuskan kesimpulan
• Lakukan uji hipotesis
• Hipotesis yang diterima, dpt menerangkan pola penyakit :
a. Sesuai dengan sifat penyebab penyakit
b. Sumber infeksi
c. Cara penularan
d. Faktor lain yang berperan
9. Lakukan tindakan penanggulangan
• Tentukan cara penanggulangan yang paling efektif.
• Lakukan surveilence terhadap penyakit dan faktor lain yang berhubungan.
• Tentukan cara pencegahan dimasa akan datang
10. Buatlah laporan lengkap tentang penyelidikan epidemiologi tersebut.
• Pendahuluan
• Latar Belakang
• Uraian tentang penelitian yang dilakukan
• Hasil penelitian
• Analisis data dan kesimpulan
• Tindakan penanggulangan
• Dampak-dampak penting
• Saran rekomendas

Kriteria Kejadian Luar Biasa

Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu (Depkes, 2000). Suatu penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (hari, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7. Propotional rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : kolera, DHF/DSS
o Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).
o Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita :
a. Keracunan makanan
b. Keracunan pestisida

Herd Immunity

Herd immunity adalah pertahanan kelompok / pertahanan sekelompok masyarakat terhadap masuknya dan menyebarnya agen infeksi, karena sebagian besar anggota kelompok tersebut memiliki daya tahan terhadap infeksi yang berbeda –beda. Kekebalan kelompok diakibatkan oleh menurunnya peluang penularan bibit penyakit dari penderita yang terinfeksi kepada orang sehat yang rentan bila sebagian besar anggota kelompok tersebut memiliki ketahanan yang tunggi terhadap penyakit itu. Herd Immunity bias dikatakan jika bahwa antara masyarkat yang kebal dan tidak kebal terhadap suatu penyakit tidak mengelompok sendiri-sendiri sehingga penyebaran penyakit bias menurun dalam suatu kelompok tertentu.
Teori Herd immunity menyatakan bahwa, dalam penyakit menular yang ditularkan dari individu ke individu, rantai infeksi mungkin akan terganggu ketika sejumlah besar populasi kebal terhadap penyakit. Semakin besar proporsi individu yang kebal, semakin kecil kemungkinan bahwa individu rentan akan datang ke dalam kontak dengan individu menular.

Penanggulangan KLB

Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia ( Sidemen A., 2003 )


MYA ROSIANA
E2A009023
FKM UNDIP

Kamis, 11 November 2010

Penyelidikan Epidemiologi

CAMPAK
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris. Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit. Penyakit campak terdiri dari 3 stadium, yaitu:
1. Stadium kataral (prodormal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan menjelang kira-kira hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas sampai seluruh mukosa mulut. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza.
2. Stadium erupsi
Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi adalah koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan palatum mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau eritema yang berbentuk makula-papula disertai naiknya suhu badan. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.

3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.
Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodormal biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari kedua setelah timbulnya ruam. Penyebab infeksi adalah virus campak, anggota genus Morbilivirus dari famili Paramyxoviridae.
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada populasi yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni < 400.000 orang. Status imunitas populasi merupakan faktor penentu. Penyakit akan meledak jika terdapat akumulasi anak-anak yang suseptibel. Ketika penyakit ini masuk ke dalam komunitas tertutup yang belum pernah mengalami endemi, suatu epidemi akan terjadi dengan cepat dan angka serangan mendekati 100%. Pada tempat dimana jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa setinggi 25%. Pencegahan Penyakit Campak 1. Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention) Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh. 2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang terkena penyakit campak, yaitu :3,35 a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan imunisasi campak untuk semua bayi. b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun. 3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu : a. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik atau darah. b. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat mengurangi keterpajanan pasien-pasien dengan risiko tinggi lainnya. c. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi. d. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia, ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel 3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu : a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak. b. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka. MALARIA
Malaria disebabkan oleh parasit yang disebut Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Dalam tubuh manusia, parasit berkembang biak dalam hati, dan kemudian menginfeksi sel darah merah.
Gejala dari malaria termasuk demam, sakit kepala, dan muntah, dan biasanya muncul antara 10 dan 15 hari setelah gigitan nyamuk. Jika tidak diobati, malaria dapat dengan cepat menjadi mengancam jiwa dengan mengganggu suplai darah ke organ vital. Di banyak bagian dunia, parasit telah mengembangkan resistensi terhadap beberapa obat malaria.
intervensi kunci untuk mengendalikan malaria meliputi: pengobatan yang cepat dan efektif dengan terapi kombinasi berbasis artemisinin, penggunaan jaring insektisida oleh orang di resiko; dan indoor sisa penyemprotan dengan insektisida untuk pengendalian nyamuk vektor. Ada empat jenis malaria manusia, yaitu :
a. Plasmodium falciparum
b. Plasmodium vivax
c. Plasmodium malariae
d. Plasmodium ovale.
Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax adalah yang paling umum. Plasmodium falciparum adalah yang paling mematikan. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kasus manusia malaria juga terjadi dengan knowlesi Plasmodium - sebuah malaria monyet yang terjadi di wilayah hutan tertentu dari Asia Tenggara.
Malaria adalah penyakit demam akut. Gejala muncul tujuh hari atau lebih (biasanya 10-15 hari) setelah gigitan nyamuk infektif. Gejala pertama - demam, sakit kepala, menggigil dan muntah - mungkin ringan dan sulit untuk mengakui sebagai malaria. Jika tidak ditangani dalam waktu 24 jam, malaria P. falciparum dapat berkembang menjadi penyakit parah sering menyebabkan kematian. Anak-anak di daerah endemis dengan penyakit parah sering mengembangkan satu atau lebih dari presentasi sindromik berikut: anemia berat, gangguan pernapasan sehubungan dengan asidosis metabolik, atau malaria serebral. Pada orang dewasa, multi-organ keterlibatan juga sering.

TB PARU
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
Gejala
a. Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
b. Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan
sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
c.Sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru.
d. Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis)
e.Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam.
Penanganan l:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini


KEMATIAN IBU
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu.
. AKI di negara lain. AKI di Indonesia masih relative lebih tinggi jika dibandingkan dengan Negara negara anggota ASEAN.
Penyebab kematian ibu. adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi,dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggungjawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagianbesar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadikarena retensio plasenta dan atonia uteri. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjanganHal inimengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu.
Selain 4 faktor utama tadi ada penyebab tidak langsung penyebab kematian ibu yaitu Risiko kematian ibudapat diperparah oleh adanya anemia dan penyakitmenular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen.10 Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) men derita KEK.11 Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai “3 T” (terlambat).Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang memadai di tempat rujukan.
Strategi. Ada empat strategi utama bagi upaya penurunan kesakitan dan kematian ibu. Pertama,meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas dancost effective. Kedua, membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor, dan mitra lainnya. Ketiga, mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan dan perilaku sehat. Keempat, mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan ibu dan bayi baru lahir.
Angka kematian ibu bisa ditekan dengan safe motherhood.
Prevalensi pemakai alat kontrasepsi. Kontrasepsi modern memainkan peran penting untuk menurunk an kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa kebutuhan yang tak terpenuhi (unmet need) dalam pemakaian kontrasepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak mengalami banyak perubahan sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2 persen pada 20026 (Gambar 5.2 dan Tabel 5.1). Untuk indikator yang sama, SDKI 2002 – 2003 menunjukkan angka 60.3 persen. Sepsis sebagai faktor penting lain penyebab kematian ibu sering terjadi karena kebersihan (hygiene) yang buruk pada saat persalinan atau karena penyakitmenular akibat hubungan seks yang tidak diobati. Sepsis ini berkontribusi pada 10 persen kematian ibu (rata-rata dunia 15 persen). Deteksi dini terhadap infeksi selama kehamilan, persalinan yang bersih, dan perawatan semasa nifas yang benar dapat menanggulangi masalah ini. Partus lama, yang berkontribusi bagi sembilan persen kematian ibu (rata-rata dunia 8 persen), sering disebabkan oleh disproposi cephalopelvic, kelainan letak, dan gangguan kontraksi uterus.


LAHIR MATI
Sebagian besar Bayi Baru Lahir yang terlahir dari Ibu yang bermasalah dalam arti menderita suatu penyakit, tidak menunjukkan gejala sakit pada saat dilahirkan atau beberapa waktu setelah lahir. Bukan berarti bayi baru lahir tersebut aman dari gangguan akibat dari penyakit yang diderita ibu. Hal tersebut dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bayi Baru Lahir (BBL), dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas bayi. Ibu bermasalah disini diartikan sebagai Ibu yang menderita sakit, sebelum, selama hamil, atau pada saat menghadapi proses persalinan.
Sasaran kesehatan anak tahun 2010 diantaranya adalah angka kematian bayi turun dari 45,7 per seribu kelahiran, menjadi 36 per seribu kelahiran (SKN), BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah atau kurang 2500 gram) menurun setinggi-tingginya 7% (SKN), di mana secara nasional th 1995-1999 diperkirakan BBLR 8% (Save The Children 2001) akan tetapi kalau dilihat dari tahun ke tahun, angka kematian Neonatus penurunannya sangat lambat, dan menempati 47% dari angka kematian bayi, bahkan pada 2003 AKN 20 per seribu kelahiran. Dari angka tersebut, 79,4% kematian pada bayi baru lahir berumur kurang dari tujuh hari. Bila dikaji lebih mendalam, ternyata dari kematian tersebut, 87% dapat dicegah apabila deteksi dini bayi resiko cepat diketahui, dan dapat segera dirujuk agar mendapat pertolongan yang akurat, dan cepat. Diperkirakan tiap jam terdapat 12 neonatus meninggal. Dari sumber SKRT 2001, ternyata dari bayi yang mendapat masalah, yang mencari pertolongan pada tenaga kesehatan hanyalah 36%. Oleh karena itu, tenaga kesehatan di lini terdepan baik di pelayanan perifer ataupun di pusat, sangat diharapkan mempunyai ketrampilan baik deteksi dini bayi resiko ataupun penanganan kegawatan, dan menentukan waktu yang tepat kapan bayi akan dirujuk, dan persiapan apa yang harus dilakukan.
Bayi yang berumur kurang dari tujuh hari, kelainan yang di derita lebih banyak terkait dengan kehamilan dan persalinan, sedangkan bayi berumur lebih dari tujuh hari sampai dua bulan banyak terkait dengan pola penyakit anak. Karena kebanyakan bayi baru lahir yang sakit jarang dibawa oleh orang tua ke pusat pelayanan karena kultur masyarakat, maka kunjungan rumah bagi tenaga kesehatan sangat diperlukan, dengan ASUH yaitu awal sehat untuk hidup sehat. Karena kelainan BBL sangat erat hubungannya dengan saat berada di dalam kandungan, maka komunikasi yang erat diantara dokter Anak, dokter Obstetri dan Dokter Anaestesi serta bidan setempat sangatlah penting.
Upaya pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, telah banyak dilakukan, diantaranya adalah Asuhan Persalinan Normal, Safe Mother Hood, Pelayanan Obstetri Neonatal Esensial Dasar dan Komprehensip, awal Sehat untuk hidup sehat, Manajemen Terpadu Balita Sakit, dan Manajemen Bayi Muda Sakit karena kelainan BBL sangat erat hubungannya dengan saat berada di dalam kandungan, maka komunikasi yang erat diantara dokter Anak, dokter Obstetri dan dokter Anaestesi serta bidan setempat sangatlah penting. Sebenarnya banyak sekali macam penyakit yang dapat diderita ibu selama periode tersebut. Dalam makalah ini akan di bahas manajemen Bayi Baru Lahir (BBL) dari ibu yang mengalami penyakit yang relatif sering, seperti kecurigaan infeksi intra uterin, Hepatitis B, Tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Sifilis, dan HIV yang tampaknya jumlah penderita semakin meningkat serta Ibu dengan kecanduan Obat.


Mya Rosiana FKM UNDIP
E2A009023

Minggu, 17 Oktober 2010

Epidemiologi dan Peranannya dalam Masyarakat

I. LATAR BELAKANG

            Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari pengetahuan ilmu Kesehatan Masyarakat yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Keberadaan penyakit masyarakat itu didekati oleh epidemiologi secara kuantitatif. Karena itu epidemiologi akan mewujudkan dirinya sebagai suatu metode pendekatan yang banyak memberikan perlakuan kuantitatif dalam menjelaskan masalah kesehatan.
            Untuk masa yang lama, perhatian utama dalam epidemiologi adalah area penyakit menular. Terjadinya penyakit – penyakit infeksi yang sangat menular bervariasi dengan cara yang jelas dan sering kali meningkatkan secara dramatis pada waktu apa yang dinamakan epidemi. Ditemukan bahwa individu yang telah kontak dengan penduduk yang sakit acap kali menjadi sakit dan mereka yang sembuh jarang menjadi sakit kembali. Pengamatan – pengamatan epidemiologi semacam ini menjadi dasar teori tentang kekebalan dan menyarankan cara – cara yang efektif untuk mencegah penyakit bahkan sebelum mikroorganisme dan antibodi ditemukan. Satu contoh yang terkenaal adalah penelitian klasik tentang kolera di London yang dilakukan oleh John Snow pada tahun 1854 ( Snow 1855 ).
            Pengamatan – pengamatan epidemiologi pada masa awal tidaklah terbatas pada penyakit – penyakit infeksi saja, terjadinya penyakit – penyakit lain juga memperlihatkan variasi. Distribusi berbagai penyakit malnutrisi diteliti pada permulaan abad ini dan dihubungkan dengan sifat – sifat tertentu dari susunan makanan. Malahan sebelum nutrein esensial, seperti vitmin – vitamin tertentu telah diidentifikasi, teori – teori tentang penyebab penyakit malnutrisi dirumuskan, cara – cara pencegahan dijalankan dan penduduk yang sakit diobati dengan sukses. Penelitian tentang distribusi pellagra yang dikerjakan oleh Goldbelger antara 1915 sampai dengan 1926 ( Terris 1964 ) merupakan suatu contoh yang baik mengenai proses ini.
            Selama beberapa dasawarsa terakhir ini, perhatian yang meningkat telah berpusat pada epidemiologi penyakit keganasan. Penelitian – penelitian epidemiologi menyumbangkan dengan meyakinkan pemahaman tentang peranan merokok sigaret dalam terjadinya kanker paru. Penelitian – penelitian lain telah memperlihatkan bahwa ada asosiasi antara pemaparan terhadap beberapa jenis radiasi pengion dengan bentuk – bentuk kanker tertentu.
            Bidang aplikasi lainnya dewasa ini yang sangat penting adalah penyakit kardiovaskular. Satu penjelasan yang masuk akal tentang peningkatan penyakit ini adalah perubahan yang sangat nyata dalam gaya hidup. Kita masih kekurangan pengetahuan mendasar tentang faktor – faktor yang relatif penting seperti sterss, aktifitas fisik yang terbatas, merokok, asupan kalori yang tinggi dan proporsi lemak jenuh yang tinggi, dan kita tidak mengetahui apa hubungan antara sifat – sifat ini dengan meningkatnya tekanan darah, kolestrol dan trigliserida serum ( lemak darah ). Dalam tahun terakhir – terakhir ini sejumlah besar penelitian epidemiologi telah mengevaluasi peranan sifat – sifat ini dalam menimbulkan infark miokard untuk mengklarifikasi cara – cara yang dapat mencegah penyakit tersebut.
            Pada tahun – tahun terakhir ini, nilai informasi tentang distribusi penyakit untuk perencanaan pemberian pelayanan kesehatan telah menjadi makin nyata. Dalam beberapa penelitian kejadian kesakitan telah dihubungkan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan, permintaan, dan suplai. Juga ada perhatian yang meningkat dalam efektivitas sistem pelayanan kesehatan dan berbagai cara pengobatan.

II. PEMBAHASAN

            Epidemiologi menekankan upaya menerangkan bagaimana distribusi penyakit dan bagaimana berbagai faktor menjadi faktor  penyebab penyakit tersebut. Untuk mengungkapkan dan menjawab masalah tersebut, epidemiologi melakukan berbagai cara yang selanjutnya menjadikan epidemiologi dapat dibagi dalam beberapa jenis.
            Umumnya epidemiologi dapat dibagi atas tiga jenis utama yakni epidemiologi Deskriptif, epidemiologi Analitis dan epidemiologi Eksperimental.

A. Epidemiologi Deskriptif
            Epidemiologi deskriptif berkaitan dengan definisi epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan masyarakat.
            Di sini dipelajari tentang frekuensi dan distribusi suatu masalah kesehatan dalam masyarakat. Keterangan tentang frekuensi dan distribusi suatu penyakit atau masalah kesehatan menunjukkan tentang besarnya masalah itu dalam masyarakat. Hasil pekerja Epidemiologi Deskriptif diharapkan mampu menjawab pertanyaan mengenai faktor siapa, di mana, kapan.
            Epidemiologi Deskriptif merupakan langkah awal untuk mengetahui adanya masalah kesehatan dari segi epidemiologi dengan menjelaskan siapa yang terkena dan di mana serta kapan terjadinya masalah.
1. Siapa : faktor orang dalam menjawab siapa yang terkena masalah bisa berupa variabel umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Faktor – faktor ini bisa disebut sebagai variabel epidemiologi atau demografi. Kelompok orang yang potensial atau punya peluang untuk menderita sakit atau mendapatkan resiko biasanya disebut population at risk ( penduduk punya peluang )
2. Di mana : Pertanyaan ini mengenai faktor tempat di mana masyarakat tinggal atau bekerja, atau di mana saja ada kemungkinan mereka menghadapi masalah kesehatan. Faktor tempat ini dapat berupa kota ( urban ), dan desa ( rural )..
3. Kapan : Kejadian penyakit berhubungan juga dengan waktu. Faktor waktu ini dapat berupa jam, hari, minggu, bulan, dan tahun.
            Walaupun suatu deskripsi epidemiologi itu sederhana tidaklah berarti tidak memberi arti penting. Deskripsi yang tepat hanya dapat berguna untuk menggambarkan besarnya masalah tetapi juga memberi gambaran tentang aspek – aspek yang berkaitan dengan deskriptif itu.
            Contohnya adalah mengenai vibrio papahaemolyticus, bakteri yang dapat diisolasi dari air laut yang merupakan salah satu penyebab utama keracunan makanan. Distribusi vibrio ini ternyata banyak ditemukan di daerah pesisir pantai khususnya di daerah – daerah terbuka dekat pelabuhan besar. Distribusi mereka tergantung kepada temperatur air sehingga mereka banyak ditemukan pada musim panas dan lebih kurang ditemukan pada musim dingin. Karena itu kejadian keracunan makanan lebih sering terjadi pada musim panas daripada musim lainnya.

           
B. Epidemiologi Analitis
            Epidemiologi Analitis berkaitan dengan upaya epidemiologi untuk menganalisis faktor – faktor ( determinan ) masalah kesehatan. Di sini diharapkan epidemiologi mampu menjawab pertanyaan mengapa atau apa penyebab dari terjadinya masalah itu. Misalnya setelah ditemukan secara deskriptif bahwa perokok yang menderita kanker paru, maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah memang rokok itu merupakan faktor determinan atau penyebab terjadinya kanker paru.

C. Epidemiologi Eksperimental
            Salah satu hal yang perlu dilakukan sebagai pembuktian bahwa suatu faktor sebagai penyebab terjadinya faktor penyakit, maka perlu diuji faktor kebenarannya dengan percobaan atau eksperimen. Misalnya kalau rokok dianggap sebagai penyebab kanker paru, maka perlu dilakukan eksperimen bahwa jika rokok dikurangi, maka kanker paru akan menurun. Epidemiologi dapat juga dilakukan di laboratorium, tetapi sesuai dengan masalah komuniti untuk dihadapinya, maka eksperimen epidemiologi sewajarnya dilakukan di komuniti.
           
            Ketiga jenis ini tidak bisa dibedakan satu sama lainnya saling berkaitan dan mempunyai peranan masing – masing sesuai masalah yang dihadapi. Secara umum dapat dikatakan bahwa pengungkapan dan pemecahan masalah epidemiologi dimulai dengan epidemiologi deskriptif, selalu diperdalam dengan epidemiologi analitis dan disusul dengan melakukan epidemiologi eksperimental.

2.1  Peranan Epidemiologi Dalam Kesehatan Masyarakat
            Dari kemampuan untuk mngetahui distribusi dan faktor – faktor penyebab masalah kesehatan dan mengarahkan intervensi yang diperlukan, maka epidemiologi diharapkan mempunyai peranan dalam bidang kesehatan masyarakat berupa :
  1. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit atau masalah ksehatan dalam masyarakat.
  2. Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan dan pengambilan keputusan.
  3. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau telah dilakukan.
  4. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit dalam upaya untuk mengatasi atau menanggulanginya.
  5. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang perlu dipecahkan.

            Dalam melakukan peranannya, epidemiologi tidak dapat melepaskan diri dalam keterkaitannya dengan bidang – bidang disiplin Kesmas lainnya seperti Administrasi Kesehatan Masyarakat, Biostatistik, Kesehatan Lingkungan dan Pendidikan Kesehatan atau Ilmu Perilaku. Misalnya peranan epidemiologi dalam proses perencanaan kesehatan,. Tampak bahwa epidemiologi dapat dipergunakan dalam proses perencanaan yang meliputi identifikasi masalah memilih prioritas, menyusun objektif, menerangkan kegiatan, koordinasi dan evaluasi. ( Dever, hal.ix )
            Selain itu, dalam mempersiapakan suatu intervensi pendidikan kesehatan, epidemiologi dapat dipergunakan dalam mambuat suatu diagnosis epidemiologi dari masalah yang memerlukan intervensi itu ( Green ; 15 ). Di sini epidemiologi berperan dalam menentukan masalah kesehatan berdasarkan indikator vital seperti mortalitas, morbiditas, fertilitas dan disabilitas. Juga dapat dipakai dalam menghitung frekuensi penyakit dalam bentuk insiden, prevalensi, distribusi, intensitas dan perlangsungan ( duration ) suatu penyakit.
            Sebagai contoh peranannya sebagai alat diagnosis keadaan kesehatan masyarakat ( Green ; 37 ), epidemiologi dapat memberikan gambaran atau diagnosis tentang masalah yang berkaitan dengan kemiskinan berupa malnutrisi, overpopulasi, kesakitan ibu, rendahnya kesehatan infant, anemia, penyakit – penyakit parasit dan kesehatan mental.

2.2 Peranan Epidemiologi dalam memecahkan masalah kesehatan di masyarakat.
          Peranan epidemiologi dalam memecahkan masalah kesehatan masyarakat meliputi :
1.      Epidemiologi penyakit menular
Bentuk ini  yang  telah banyak memberikan peluang dalam usaha pencegahan dan penanggulangan penyakit menular tertentu. Berhasilnya manusia mengatasi berbagai gangguan penyakit menular dewasa ini merupakan salah satu hasil gemilang dari epidemiologi.
2.      Epidemiologi penyakit tidak menular
Pada saat ini sedang berkembang pesat mencari berbagai faktor yang memegang peranan dalam timbulnya berbagai masalah penyakit tidak menular seperti, kanker, penyakit sistemik, serta berbagai penyakit menahun lainnya termasuk masalah meningkatnya masalah kecelakaan lalu lintas dan penyalahgunaan obat-obatan tertentu. Bidang ini banyak digunakan terutama dengan meningkatnya masalah kesehatan yang bertalian erat dengan berbagai gangguan kesehatan akibat kemajuan dalam berbagai bidang terutama bidang industri yang banyak mempengaruhi keadaan lingkungan, termasuk lingkungan fisik, biologis, maupun sosbud.
3.      Epidemiologi klinik
Bentuk ini merupakan salah satu bidang epidemiologi yang sedang dikembangkan oleh para klinisi yang bertujuan untuk membengkali para klinisi/dokter tentang cara pendekatan masalah melalui disiplin ilmu epidemiologi.
4.      Epidemiologi kependudukan
Merupaka salah satu cabang ilmu epidemiologi yang menggunakan sistem pendakatan epidemiologi dalam menganalisis berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bidang demografi serta faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai perubahan demografis yang  terjadi di masyarakat. Sistem pendekatan epidemiologi kependudukan tidak hanya memberikan analisis tentang sifat karakteristik penduduk secara demografis dalam hubungannya dengan masalah kesehatan dan penyakit dalam masyarakat, tetapi juga sangat berperan dalam berbagi aspek kependudukan serta keluarga berencana.
5.      Epidemiologi  pengolahan pelayanan kesehatan
Bentuk ini merupakan salah satu sistem pendekatan manajemen dalam mengatasi masalah, mencari faktor  penyebab timbulnya suatu masalah serta penyusunan rencana pemecahan masalah tersebut secara menyeluruh dan terpadu.
6.      Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja
Bentuk ini  merupakan salah satu bagian epidemiologi yang mempelajari serta menganalisis keadaan kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja, baik yang bersifat fisik kimiawi, biologis, maupun sosial budaya serta kebiasaan hidup para pekerja.
7.      Epidemiologi kesehatan jiwa
Merupakan salah satu dasar pendekatan dan analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat baik mengenai  keadaan kelainan jiwa kelompok penduduk tertentu, maupun analisis berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa dalam masyarakat.
8.      Epidemiologi gizi
Dewasa ini banyak digunakan dalam analisis  masalah gizi masyarakat dimana masalah ini erat  hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut pola hidup masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat melalui epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis, dan terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat.

III. PENUTUP

Kesimpulan :

1. Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun penyakit non infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi (malnutrisi), kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya. Bahkan di negara-negara maju, epidemiologi ini mencakup juga kegiatan pelayanan kesehatan.
2. Epidemiologi dibedakan menjadi tiga, yaitu Epidemiologi Deskriptif, Epidemiologi Analitis dan Epidemiologi Eksperimental.
3. Peranan epidemiologi dalam memecahkan masalah kesehatan masyarakat meliputi
a. epidemiologi penyakit menular
b. epidemiologi penyakit tidak menular
c. epidemiologi klinik
d. epidemiologi kependudukan
e. epidemiologi pengolahan pelayanankesehatan
f. epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja
g. epidemiologi kesehatan jiwa
h. epidemiologi gizi

DAFTAR PUSTAKA
DR. Bustan, M.N, Arsunan, A. 1997.  Pengantar Epidemiologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Dr. Chandra , Budiman. 1996.  Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta :          Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei Jakarta : Rineka Cipta. 

FKM UNDIP