Kamis, 11 November 2010

Penyelidikan Epidemiologi

CAMPAK
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris. Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit. Penyakit campak terdiri dari 3 stadium, yaitu:
1. Stadium kataral (prodormal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan menjelang kira-kira hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas sampai seluruh mukosa mulut. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza.
2. Stadium erupsi
Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi adalah koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan palatum mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau eritema yang berbentuk makula-papula disertai naiknya suhu badan. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.

3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.
Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodormal biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari kedua setelah timbulnya ruam. Penyebab infeksi adalah virus campak, anggota genus Morbilivirus dari famili Paramyxoviridae.
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada populasi yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni < 400.000 orang. Status imunitas populasi merupakan faktor penentu. Penyakit akan meledak jika terdapat akumulasi anak-anak yang suseptibel. Ketika penyakit ini masuk ke dalam komunitas tertutup yang belum pernah mengalami endemi, suatu epidemi akan terjadi dengan cepat dan angka serangan mendekati 100%. Pada tempat dimana jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa setinggi 25%. Pencegahan Penyakit Campak 1. Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention) Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh. 2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang terkena penyakit campak, yaitu :3,35 a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan imunisasi campak untuk semua bayi. b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun. 3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu : a. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik atau darah. b. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat mengurangi keterpajanan pasien-pasien dengan risiko tinggi lainnya. c. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi. d. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia, ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel 3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu : a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak. b. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka. MALARIA
Malaria disebabkan oleh parasit yang disebut Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Dalam tubuh manusia, parasit berkembang biak dalam hati, dan kemudian menginfeksi sel darah merah.
Gejala dari malaria termasuk demam, sakit kepala, dan muntah, dan biasanya muncul antara 10 dan 15 hari setelah gigitan nyamuk. Jika tidak diobati, malaria dapat dengan cepat menjadi mengancam jiwa dengan mengganggu suplai darah ke organ vital. Di banyak bagian dunia, parasit telah mengembangkan resistensi terhadap beberapa obat malaria.
intervensi kunci untuk mengendalikan malaria meliputi: pengobatan yang cepat dan efektif dengan terapi kombinasi berbasis artemisinin, penggunaan jaring insektisida oleh orang di resiko; dan indoor sisa penyemprotan dengan insektisida untuk pengendalian nyamuk vektor. Ada empat jenis malaria manusia, yaitu :
a. Plasmodium falciparum
b. Plasmodium vivax
c. Plasmodium malariae
d. Plasmodium ovale.
Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax adalah yang paling umum. Plasmodium falciparum adalah yang paling mematikan. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kasus manusia malaria juga terjadi dengan knowlesi Plasmodium - sebuah malaria monyet yang terjadi di wilayah hutan tertentu dari Asia Tenggara.
Malaria adalah penyakit demam akut. Gejala muncul tujuh hari atau lebih (biasanya 10-15 hari) setelah gigitan nyamuk infektif. Gejala pertama - demam, sakit kepala, menggigil dan muntah - mungkin ringan dan sulit untuk mengakui sebagai malaria. Jika tidak ditangani dalam waktu 24 jam, malaria P. falciparum dapat berkembang menjadi penyakit parah sering menyebabkan kematian. Anak-anak di daerah endemis dengan penyakit parah sering mengembangkan satu atau lebih dari presentasi sindromik berikut: anemia berat, gangguan pernapasan sehubungan dengan asidosis metabolik, atau malaria serebral. Pada orang dewasa, multi-organ keterlibatan juga sering.

TB PARU
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
Gejala
a. Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
b. Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan
sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
c.Sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru.
d. Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis)
e.Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam.
Penanganan l:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini


KEMATIAN IBU
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu.
. AKI di negara lain. AKI di Indonesia masih relative lebih tinggi jika dibandingkan dengan Negara negara anggota ASEAN.
Penyebab kematian ibu. adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi,dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggungjawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagianbesar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadikarena retensio plasenta dan atonia uteri. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjanganHal inimengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu.
Selain 4 faktor utama tadi ada penyebab tidak langsung penyebab kematian ibu yaitu Risiko kematian ibudapat diperparah oleh adanya anemia dan penyakitmenular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen.10 Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) men derita KEK.11 Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai “3 T” (terlambat).Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang memadai di tempat rujukan.
Strategi. Ada empat strategi utama bagi upaya penurunan kesakitan dan kematian ibu. Pertama,meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas dancost effective. Kedua, membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor, dan mitra lainnya. Ketiga, mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan dan perilaku sehat. Keempat, mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan ibu dan bayi baru lahir.
Angka kematian ibu bisa ditekan dengan safe motherhood.
Prevalensi pemakai alat kontrasepsi. Kontrasepsi modern memainkan peran penting untuk menurunk an kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa kebutuhan yang tak terpenuhi (unmet need) dalam pemakaian kontrasepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak mengalami banyak perubahan sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2 persen pada 20026 (Gambar 5.2 dan Tabel 5.1). Untuk indikator yang sama, SDKI 2002 – 2003 menunjukkan angka 60.3 persen. Sepsis sebagai faktor penting lain penyebab kematian ibu sering terjadi karena kebersihan (hygiene) yang buruk pada saat persalinan atau karena penyakitmenular akibat hubungan seks yang tidak diobati. Sepsis ini berkontribusi pada 10 persen kematian ibu (rata-rata dunia 15 persen). Deteksi dini terhadap infeksi selama kehamilan, persalinan yang bersih, dan perawatan semasa nifas yang benar dapat menanggulangi masalah ini. Partus lama, yang berkontribusi bagi sembilan persen kematian ibu (rata-rata dunia 8 persen), sering disebabkan oleh disproposi cephalopelvic, kelainan letak, dan gangguan kontraksi uterus.


LAHIR MATI
Sebagian besar Bayi Baru Lahir yang terlahir dari Ibu yang bermasalah dalam arti menderita suatu penyakit, tidak menunjukkan gejala sakit pada saat dilahirkan atau beberapa waktu setelah lahir. Bukan berarti bayi baru lahir tersebut aman dari gangguan akibat dari penyakit yang diderita ibu. Hal tersebut dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bayi Baru Lahir (BBL), dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas bayi. Ibu bermasalah disini diartikan sebagai Ibu yang menderita sakit, sebelum, selama hamil, atau pada saat menghadapi proses persalinan.
Sasaran kesehatan anak tahun 2010 diantaranya adalah angka kematian bayi turun dari 45,7 per seribu kelahiran, menjadi 36 per seribu kelahiran (SKN), BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah atau kurang 2500 gram) menurun setinggi-tingginya 7% (SKN), di mana secara nasional th 1995-1999 diperkirakan BBLR 8% (Save The Children 2001) akan tetapi kalau dilihat dari tahun ke tahun, angka kematian Neonatus penurunannya sangat lambat, dan menempati 47% dari angka kematian bayi, bahkan pada 2003 AKN 20 per seribu kelahiran. Dari angka tersebut, 79,4% kematian pada bayi baru lahir berumur kurang dari tujuh hari. Bila dikaji lebih mendalam, ternyata dari kematian tersebut, 87% dapat dicegah apabila deteksi dini bayi resiko cepat diketahui, dan dapat segera dirujuk agar mendapat pertolongan yang akurat, dan cepat. Diperkirakan tiap jam terdapat 12 neonatus meninggal. Dari sumber SKRT 2001, ternyata dari bayi yang mendapat masalah, yang mencari pertolongan pada tenaga kesehatan hanyalah 36%. Oleh karena itu, tenaga kesehatan di lini terdepan baik di pelayanan perifer ataupun di pusat, sangat diharapkan mempunyai ketrampilan baik deteksi dini bayi resiko ataupun penanganan kegawatan, dan menentukan waktu yang tepat kapan bayi akan dirujuk, dan persiapan apa yang harus dilakukan.
Bayi yang berumur kurang dari tujuh hari, kelainan yang di derita lebih banyak terkait dengan kehamilan dan persalinan, sedangkan bayi berumur lebih dari tujuh hari sampai dua bulan banyak terkait dengan pola penyakit anak. Karena kebanyakan bayi baru lahir yang sakit jarang dibawa oleh orang tua ke pusat pelayanan karena kultur masyarakat, maka kunjungan rumah bagi tenaga kesehatan sangat diperlukan, dengan ASUH yaitu awal sehat untuk hidup sehat. Karena kelainan BBL sangat erat hubungannya dengan saat berada di dalam kandungan, maka komunikasi yang erat diantara dokter Anak, dokter Obstetri dan Dokter Anaestesi serta bidan setempat sangatlah penting.
Upaya pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, telah banyak dilakukan, diantaranya adalah Asuhan Persalinan Normal, Safe Mother Hood, Pelayanan Obstetri Neonatal Esensial Dasar dan Komprehensip, awal Sehat untuk hidup sehat, Manajemen Terpadu Balita Sakit, dan Manajemen Bayi Muda Sakit karena kelainan BBL sangat erat hubungannya dengan saat berada di dalam kandungan, maka komunikasi yang erat diantara dokter Anak, dokter Obstetri dan dokter Anaestesi serta bidan setempat sangatlah penting. Sebenarnya banyak sekali macam penyakit yang dapat diderita ibu selama periode tersebut. Dalam makalah ini akan di bahas manajemen Bayi Baru Lahir (BBL) dari ibu yang mengalami penyakit yang relatif sering, seperti kecurigaan infeksi intra uterin, Hepatitis B, Tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Sifilis, dan HIV yang tampaknya jumlah penderita semakin meningkat serta Ibu dengan kecanduan Obat.


Mya Rosiana FKM UNDIP
E2A009023

Tidak ada komentar:

Posting Komentar